Jumat, 10 Juni 2011

makalah sarah


STRATEGI PENGELOLAN KAWASAN HUTAN TWA BUKIT KABA DALAM MENGATASI DAMPAK NEGATIF PEMBANGUNAN DAERAH

OLEH : SARAH AGUSTINA
2101111016
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
Taman Wisata Alam Bukit Kaba yang telah dianugerahkan kepada masyarakat Rejang Lebong dan Kepahyang adalah merupakan asset yang memiliki nilai yang tak terhingga baik secara ekologis, ekonomi, maupun nilai edukasi karena itu keutuhan dan kelestarian kawasan hutan konservasi harus benar-benar dijaga Bahwa lestarinya  keutuhan kawasan konservasi TWA Bukit Kaba dan kawasan Hutang Lindung lainnya merupakan ”benteng terakhir”  yang dapat menjamin terjaganya kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Kepahiang dengan segala potensi  yang ada didalamnya  dari ancaman bencana alam berupa banjir bandang, erosi, longsor, serta menurunnya kualitas lingkungan hidup.
Akan tetapi keberadaan TWA Bukit Kaba yang bernilai tinggi sebagai penyangga kehidupan, sumber plasma nutfah dan wisata alam potensial, kondisi sekarang menghadapi permasalahan dengan tingginya tingkat gangguan dan ancaman terhadap keutuhan kawasan  terutama  dalam bentuk mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki  kawasan hutan secara tidak sah,  merambah kawasan hutan, illegal logging, dan  perburuan satwa   yang dilakukan oleh oknum masyarakat  yang  tidak bernurani dan yang menjadi isu aktual sekarang adanya dampak negatif  Pembangunan Daerah terhadap keberadaan dan kelestarian kawasan konservasi terutama kawasan TWA Bukit Kaba.
Atas permasalahan tersebut maka dipandang perlu terselenggaranya pelaksanaan  pengendalian dan pengelolaan kawasan TWA Bukit Kaba yang berupa Pemantapan Status Kawasan Konservasi, Perlindungan dan Pengamanan Hutan Serta Pengelolaan Potensi Kawasan Konservasi, sehingga dengan mengupayakan secara optimal ketiga komponen inilah maka diharapkan kedepan kawasan TWA Bukit Kaba dapat lebih terjaga dan lestari dari segala bentuk ancaman dan gangguan atas keutuhan kawasan konservasi.

PENDAHULUAN
Pembangunan disektor kehutanan di Propinsi Bengkulu, khususnya pengelolaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya baik di dalam  dan diluar kawasan, semakin menjadi bagian penting dalam pelestarian kualitas lingkungan hidup manusia  dan pengembangan pembangunan.
Menurut Wiryono (2009) secara Ekologi, hutan adalah suatu ekosistem yang terdiri dari komponen abiotik seperti udara, air dan tanah, dan komponen biotik yang terdiri dari tumbuhanh, hewan, jamur dan mikroorganisme. Nilai ekologis hutan yang tidak terukur antara lain yaitu : (1). menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan); (2). menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah).
Nilai ekonomi yang juga terkandung di dalam kawasan Bukit Kaba adalah berupa kawah aktif dan lautan pasir yang memiliki nilai keindahan sangat menakjubkan yang  didukung oleh potensi berupa panorama alam sekitarnya berupa ekosistem khas pegunungan serta kehidupan satwa liar. Secara keseluruhan potensi tersebut merupakan anugerah bagi masyarakat Rejang Lebong dan Kepahiang melalui Permanfaat Jasa Lingkungan Pariwisata Alam. Bahwa perekonomian masyarakat akan makin menggeliat melalui penyerapan tenaga kerja, jasa rumah makan, jasa rumah suvenir, pemondokan tradisionmal, pasar tradisional hasil pertanian,  jasa tranportasi, dll
Hutan Konservasi adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya (Undang-undang 41 tahun 1999 tentang Kehutanan). Berdasarkan Surat keputusan menteri Kehutanan dan perkebunan nomor : 420/kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang penunjukan kawasan hutan wilayah propinsi Daerah Tingkat I Bengkulu seluas 920.964 ha, dimana hutan konservasi seluas 444.882 ha sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor : 308 tahun 1998, tentang hasil pemaduserasian antara Rencana Tata guna Ruang Wilayah dengan Tata guna Hutan Kesepakatan Propinsi daerah Tingkat I Bengkulu.
Dalam mewujudkan sasaran yang hendak dicapai yaitu tercapainya pengelolaan kawasan konservasi yang aman, mantap dan lestari masih belum optimal,  fakta dilapangan masih dihadapkan pada permasalahan tingginya tingkat gangguan terhadap keutuhan kawasan  terutama dalam bentuk mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki  kewasan secara tidak sah,  merambah kawasan hutan, illegal logging, dan  perburuan satwa   yang dilakukan oleh oknum masyarakat  yang  tidak bernurani.
Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Bengkulu merupakan Unit Pelaksana Teknis Pusat, yang bertugas sebagai pemangku kawasan konservasi di Propinsi Bengkulu. Jumlah kawasan konservasi yang dikelola yaitu sebanyak 33 lokasi dengan luas 45.344,60 Ha. terdiri dari Taman Buruh, Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Produksi, dengan fungsi Khusus Pusat Latihan Gajah yang dikelola.
I.    KEADAAN UMUM  TAMAN WISATA ALAM  (TWA) BUKIT KABA
1. Sejarah Kawasan
TWA Bukit Kaba  adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai kawasan hutan suaka alam, untuk melindungi keanekaragaman hayati ekosistem hutan dataran rendah dan dataran tinggi. Penunjukan kawasan hutan ini sebagai kawasan hutan ditetapkan melalui SK Penunjukan oleh Menhut No. 383/Kpts-II/1985 tanggal 27 Desember 1985 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK). Selanjutnya terjadi perubahan status Hutan Lindung Bukit Kaba seluas 13.490 Ha menjadi hutan wisata melalui SK Menhut No. 166/Kpts-11/1986 tanggal 29 Mei 1986.
Penataan batas kawasan telah dilakukan pada tahun 1987/1988, dengan berita acara ditandatangani tanggal 30 Juni 1990 dan pengesahan tanggal 18 Maret 1992. Panjang batas TWA Bukit Kaba adalah 82.3 km yang ditandai dengan pemasangan 820 buah pal beton bertulang. Selain itu juga telah dipasang seng pengumuman sebanyak 410 buah dan seng penunjuk pal 820 buah. (Balai KSDA Bengkulu.2002)
Keberadaan TWA Bukit Kaba berperan sangat penting untuk menopang kelangsungan hidup masyarakat dan kelestarian alam baik ditinjau dari aspek biologi, ekologi, geologi, hidrologi maupun aspek kultural. Ditinjau dari aspek biologi, TWA merupakan habitat flora dan fauna khas hutan pegunungan.
2.    Kondisi Fisik Kawasan
a. Letak dan Luas
Secara geografis kawasan hutan TWA Bukit Kaba terletak diantara  102o 35’-  102o 45’ Bujur Timur dan 03o30’ – 03o37’ Lintang Selatan. Kawasan TWA Bukit Kaba memiliki panjang  batas 82.3 km dan luas 13.490 Ha. Berdasarkan pembagian administrasi pemerintah, kawasan hutan ini terletak di 2 (dua) wilayah kabupaten yakni Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu. Berdasarkan pembagian wilayah pewmangkuan kawasan termasuk dalam wilayah kerja Seksi Konservasi Wilayah I Balai KSDA Bengkulu.
b. Geologi dan Jenis Tanah
Berdasarkan Peta Geologi Propinsi Bengkulu skala 1 : 500.000 struktur geologi di kawasan TWA Bukit Kaba, dapat diketahui bahwa bahan induk batuan  pada kawasan hutan ini adalah Trias, Tupa Vulkan, Granit dan Dioris. Berdasarkan Peta Tanah Propinsi Bengkulu skala 1 : 500.000, diketahui jenis satuan tanah adalah Lotosol, Andosol, dan Brown Forest Soil.
c. Iklim          
Berdasarkan pembagian tipe iklim menurut F.H Schmidt dan Ferguson di daerah TWA Bukit Kaba, termasuk tipe iklim A, dengan jumlah curah hujan tinggi. Berdasarkan Data Statistik Kabupaten Rejang Lebong, suhu rata-rata maksimum di Kabupaten ini antara 30 – 33oC dan rata-rata suhu minimum antara 22 – 23 oc, sedangkan kelembaban rata-rata  antara 80-88 %.
d. Topografi
Keadaan Geografi kawasan hutan TWA Bukit Kaba adalah datar, bergelombang, berbukit-bukit dan sebagian mempunyai dataran tinggi. Ketinggian kawasan dari permukaan laut adalah antara 700 sampai dengan 2000 meter dpl. Kondisi sekarang yaitu kawasan berhutan 2.910 Ha, dan tidak berhutan 10.580 Ha.

e. Hidrologi
Kawasan TWA Buki Kaba merupakan hulu dari banyak sungai yaitu Air Kati, Air Dingin, Air Tidaun, Air Sengkuang, Air Susup Kiri dan Air Donok.
f. Aksesibilitas
Akses untuk mencapai TWA Bukit Kaba dapat dikatakan mudah. Untuk mencapai lokasi tersebut dari Kota Bengkulu bisa mempergunakan kenderaan roda empat maupun roda dua sampai desa terdekat. Kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki melewati jalan setapak. Dari Bengkulu melalui jalan darat dengan kendaraan menuju Curup kecamatan Selupu Rejang (simpang Bukit Kaba) selama ±  3 jam dengan jarak tempuh ± 100 km.
3. Keadaan Biotik Kawasan
Kawasan TWA Bukit Kaba dipenuhi oleh keanekaragaman hayati yang tinggi. Flora yang tumbuh di sekitar kawasan tersebut antara lain jenis Pasang, Umbi-umbian, Pandan Duri, bunga Rafflesia arnoldi, Amorphopalus titanum (bunga Bangkai). Sedangkan beberapa fauna yang mendiami lokasi ini adalah Bunglon, Tupai, Berung Tanah, Monyet, Musang, Siamang, Beruk, Burung Raja Udang, Burung Robin, Burung Sirkawan, Burung Kutilang Mas, Burung Elang, dan Cekruk.
1.     Kondisi Sosial Ekonomi Budaya
Berdasarkan data yang disusun oleh  Badan Pusat Statistik Kabupaten Rejang Lebong dalam buku  Rejang Lebong Angka Tahun 2009, bahwa kawasan  TWA Bukit Kaba secara administrasi terletak dalam Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu.
Dari segi pendidikan, penduduk yang ada disekitar kawasan umumnya memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar sampai perguruan tinggi, kebanyakan penduduk beragama Islam.

 

II.     PERMASALAHAN KAWASAN HUTAN TWA BUKIT KABA

1. Kerusakan Kawasan TWA bukit Kaba akibat dari Pembangunan Daerah
Wilayah kabupaten Rejang Lebong yang berbatasan  langsung dengan kawasan TWA Bukit Kaba terdiri dari beberapa kecamatan antara lain kecamatan Sindang Dataran, Sindang Kelingi, Selupu Rejang dan Curup. Sedangkan Wilayah kabupaten Kepahiang yang berbatasan  langsung dengan kawasan TWA Bukit Kaba antara lain kecamatan Ujan Mas, Kaba Wetan, Muara Kemumu, Simpang Merigi dan Bermani Ilir. Dari dua kabupaten tersebut desa-desa yang mengelilingi kawasan TWA Bukit Kaba  ±  terdapat  25 – 30 desa.
Secara umum masyarakat yang pemukimannya berbatasan langsung dengan kawasan bermatapencaharian sebagai petani, yaitu petani palawija, sayur mayur dan kopi, dengan makin pesatnya pertumbuhan populasi penduduk seiring dengan makin pesatnya pembangunan infrastruktur sebagai dampak dari pemekaran wilayah kabupaten.
Sebagaimana dicemaskan oleh banyak kalangan, persoalan lingkungan di Indonesia akan semakin berat karena krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dikhawatirkan bahwa proses-proses eksploitasi sumberdaya alam di Indonesia semakin tidak terkendali dan disyahkan dengan dalih pemulihan ekonomi nasional kawasan Taman Wisata Alam Bukit Kaba adalah tingginya tingkat gangguan dan ancaman terhadap keutuhan  kawasan hutan dalam bentuk :
1.  Pemekaran kecamatan dan desa sebagai sebab akibat pemekaran kabupaten berdampak pada perluasan pemukiman pendudukan yang dengan menghalalkan segala cara melakukan pendudukan  kawasan  secara tidak sah sebagai ruang hunian pemukiman, bahkan diantaranya  terdapat beberapa desa yang tata letaknya masuk di dalam kawasan, seperti desa Ranah Kurung, desa Kepahiang Indah, desa Air Les, desa Talang Belitar (sebagian), desa IV Suku Menanti (sebagian), desa Bengko (sebagian), desa Warung Pojok (sebagian), inilah salah satu yang menjadi permasalah besar yang mengancam kelestarian kawasan TWA Bukit Kaba.
2.  Makin meningkatnya daya desak penduduk  menggunakan dan atau menduduki dan atau merambah kawasan secara tidak sah dengan dalih  kepentingan ekonomi.   Secara umum mereka mengolah lahan kawasan untuk digunakan sebagai kebun kopi dan hortikultura.
3. Pembangunan fisik dalam rangka perimbangan hidupan sosial masyarakat di wilayah pemukiman desa pemekaran antara lain dibangunnya fasilitas umum sekitar desa dalam kawasan,  yaitu berupa  Rumah-rumah  Ibadah,  Sekolah Dasar,  SLTP, Kantor Desa, Kantor Kecamatan, Puskesmas, pasar dan jalan yang membelah kawasan TWA Bukit Kaba dari desa Bandung Baru (kepahyang) ke desa Bengko (Rejang Lebong).
4. Makin meningkatnya kebutuhan material kayu untuk memenuhi pembangunan fisik infrastruktur  dan pemukiman maka dimanfaatkan oleh para oknum yang tidak bernurani untuk melakukan aksi pembalakan liar di dalam kawasan.
2. Perambahan Areal TWA
Penampakan fakta dilapangan membuktikan bahwa telah terjadi perubahan kondisi fisik bentang alam dimana ekosistem asli berubah menjadi hamparan perkebunan kopi dan pertanian secara umum, pemukiman, dan fasilitas umum. 
Kerusakan kawasan hutan TWA banyak terjadi akibat aktifitas penduduk dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan yang dilakukan diantaranya yaitu perambahan, perladangan berpindah, serta eksploitasi hutan. Tingkat kerusakan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk sekitar hutan, tuntutan ekonomi yang semakin tinggi serta pemahaman dan kesadaran masyarakat yang masih rendah tentang arti pentingnya keberadaan TWA, menyebabkan tekanan terhadap TWA semakin hebat.
3. Kerusakan Vegetasi dan Kepunahan Fauna
Sebagian wilayah TWA telah mengalami kerusakan vegetasi yang cukup parah. Kerusakan ini terjadi baik karena kepunahan beberapa jenis maupun karena pengurangan jumlah. Bahkan lebih ekstrim lagi karena hal ini menyebabkan pada beberapa tempat tidak ditemukan vegetasi dalam bentuk pohon tapi hanya berupa semak,  Fauna juga mengalami kondisi yang sama dengan vegetasi.
4. Kurangnya Intensitas Monitoring Dan Sosialisasi
Survey lapangan memberikan dugaan bahwa secara keseluruhan dapat dikatakan kegiatan monitoring dan sosialisasi TWA masih perlu ditingkatkan. Monitoring dengan tujuan menjaga keutuhan kawasan masih belum seperti yang diharapkan. Terbukti pada beberapa lokasi telah terjadi perambahan dan terdeteksi oleh pihak yang berwenang setelah tanaman masyarakat telah berumur beberapa waktu bahkan mungkin telah siap panen.
Seiring dengan hal tersebut, masyarakat dibeberapa tempatpun belum memahami makna TWA sebagaimana mestinya. Masyarakat sekitar belum mengerti tentang apa fungsi dan tujuan penetapan TWA serta informasi-informasi lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan sosialisasi masih perlu ditingkatkan.
5. Belum Optimalnya Pengembangan Kepariwisataan Alam
TWA Bukit Kaba berfungsi adalah sebagai kawasan wisata alam akan tetapi kondisi sekarang belum dikelola dengan baik sehingga potensi dan keunikan yang dimiliki oleh TWA Bukit Kaba belum dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan objek wisata alam.
III. RENCANA KEGIATAN PENGELOLAAN
A. PEMANTAPAN KAWASAN
1. Tata Batas Kawasan
TWA Bukit Kaba dengan luas 13.490 Ha ditunjuk berdasarkan surat Keputusn Menteri Kehutanan Nomor Menhut No.166/Kpts-II/1986 tanggal 1 Januari 1986 yang kemudian ditunjuk kembali berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 420/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999. Kawasan  TWA Bukit Kaba telah ditata batas oleh Sub Balai Invetarisasi dan perpetaan Hutan Bengkulu pada tahun anggaran 1989/1990 sepanjang 30,9 Km dan sudah temu gelang.
2. Pembagian Blok Kawasan
Pembagian kawasan pelestarian alam atas blok-blok pengelolaan merupakam suatu kebijaksanaan pemantapan kawasan dalam rangka optimalisasi pengelolaan sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya. Pada pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam dibagi menjadi dua blok yaitu blok pemanfaatan dan blok perlindungan, yang pembagiannya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan keadaan fisik lapangan, potensi sumber daya alam serta pertimbangan teknis, ekologis dan ekonomis. Blok pemanfaatan merupakan kawasan yang dipergunakan secara intensif untuk rekreasi dan pariwisata. Pembangunan sarana dan prasarana lain untuk kepentingan pengelolaan, rekreasi dan pelayanan.
 Blok perlindungan merupakan kawasan yang mutlak harus dilindungi untuk kepentingan pengawetan dan pengunjung secara terbatas dapat memanfaatkan untuk kepentingan pengembangan pendidikan dan penelitan. Blok perlindungan di TWA Bukit Kaba memiliki luas 2.910 Ha. Dalam menentukan pembagian kedua blok tersebut melalui pertimbangan teknis yang mengakomodir kesesuaian lahan dan daya dukung lingkungan.
Adapun blok-blok pengelolaan yang direncanakan akan dibuat di kawasan TWA Bukit Kaba adalah sebagai berikut :
a.       Areal pusat pengelolaan
Areal ini terdapat ke dalam kedua blok (pemanfaatan dan perlindungan), berfungsi sebagai pusat kegiatan pengelolaan yang dapat dilengkapi dengan sarana prasarana, antara lain: kantor pengelola, pusat informasi, pos jaga, tempat parkir, pintu gerbang, loket karcis dan pondok karyawan.
b.      Daerah Pusat Pengunjung
Daerah ini berfungsi sebagai untuk pusat kegiatan wisata yang disediakan bagi pengunjung untuk menikmati obyek-obyek dan daya tarik wisata yang ada. Sarana dan prasarana yang dapat dibangun sesuai dengan kebutuhan dan tata letak yang telah disiapkan diantaranya yaitu shelter, MCK, sarana air, generator, bak sampah, bangku-bangku, areal permainan anak, kios cinderamata, pondok wisata, pondok remaja, ruang serbaguna, pos kesehatan, musholla, bumi perkemahan, menara pengawas, jalan setapak, dan lain-lain.
c.       Daerah penyangga
Daerah penyangga terletak diluar kawasan TWA yaitu daerah yang berada disekitar kawasan TWA yang meliputi wilayah pemukiman. Dalam areal penyangga pembangunan harus diawasi dengan baik sehingga kelestarian TWA dapat terjaga. Kegiatan ini harus terkordinasi dengan seluruh stakeholders yang ada. Pada wilayah pemukiman yang terletak di sekitar maupun yang telah masuk kawasan, perlu diadakan pembinaan terhadap masyarakatnya agar dapat menunjang dan berperan aktif dalam kegiatan pariwisata di daerah tersebut.
B. PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN HUTAN
1. Gangguan Masyarakat terhadap Kawasan
Untuk menjaga agar tidak terjadi kerusakan akibat gangguan dari masyarakat serta untuk mempertahankan dan melindungi hak-hak negara atas kawasan hutan dan potensi yang terkandung di dalamnya, perlu dilakukan upaya pengamanan kawasan baik yang bersifat preventif maupun represif serta penegakan hukum. Langkah-langkah / Upaya Pengamanan Hutan diantaranya :
1.      Patroli dan Penjagaan
Meningkatkan kegiatan patroli dan penjagaan serta melakukan penandaan terhadap jenis satwa di habitatnya baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi.
2.      Operasi Pengamanan
Melakukan kegiatan operasi baik operasi fungsional maupun gabungan di habitatnya serta melakukan operasi gabungan di pasar-pasar satwa dan konsumen.
3.      Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan pada setiap lingkup lokasi kasus, baik penyimpanyan yang terjadi di habitat, pengedar, pasar satwa, konsumen, maupun tempat penangkaran.
4.      Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal)
Dilakukan kepada para pengedar, ditingkat konsumen maupun ditempat penangkaran.


5.      Koordinasi Lintas Sektoral Terhadap penanganan kasus yang berkaitan
Kawasan TWA Bukit Kaba yang sebagian besar arealnya datar, bergelombang dan berbukit-bukit, sebagian penggunaan lahannya tumpang tindih dengan areal pemukiman penduduk dan pertanian/perkebunan rakyat, yaitu seluas ± 918,9 ha ((42,66%). Dengan demikian dalam pengembangan TWA Bukit Kaba harus dilakukan pendekatan-pendekatan terhadap penduduk setempat dengan cara mengadakan penyuluhan-penyuluhan dan memberikan pemahaman-pemahaman kepada penduduk setempat tentang pentingnya keberadaan TWA Bukit Kaba di wilayah tersebut agar tidak terjadi konflik yang berkepanjangan yang dapat mengganggu kawasan TWA Bukit Kaba.
Untuk mengatasi permasalahan lahan yang tumpang tindih dengan masyarakat dapat dilakukan dengan melakukan relokasi masyarakat ke lokasi lain dan dilakukan pengembangan potensi masyarakat di daerah yang baru, sehingga kegiatan perekonomian dapat lebih baik yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan. Selain itu, kawasan TWA terdapat pula sewa pinjam pakai kawasan hutan untuk jaringan listrik, sehingga dalam pembagian blok kawasan perlu diperhatikan dengan baik agar tidak terjadi kesalahan plotting.
Berdasarkan kondisi lapangan yang ada, maka TWA Bukit Kaba dapat dikembangkan, terutama pembangunan yang berkaitan dengan fasilitas pengunjung, untuk memenuhi kebutuhan pengunjung yang termonitor dari tahun ke tahun yang jumlahnya terus bertambah.
2. Rehabilitasi Kawasan dan Pembinaan Habitat
Kegiatan rehabilitasi kawasan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam pengelolaan TWA Bukit Kaba. Dengan maraknya perambahan kawasan hutan TWA, maka kemungkinan rusaknya lingkungan akibat aktifitas perambah semakin tinggi. Kegiatan rehabilitasi kawasan dapat berupa penanaman areal yang  rusak akibat perambaha dan illegal loging, daerah yang curam dan rawan erosi, perbaikan sarana dan prasarana dan lain-lain.
Pembinaan habitat dimaksudkan sebagai suatu perlakukan untuk memperbaiki mutu habitat sehingga dapat memberikan daya dukung yang optimal dengan tetap mempertahankan keserasian dan kelestarian lingkungan. Di dalam TWA Bukit Kaba pembinaan habitat dilakukan antara lain melalui :
a. Pembinaan ekosistem hutan di dalam kawasan yang dilakukan melalui kegiatan pengawasan dan pengamanan, terutama pada blok perlindungan agar tidak terjadi kelangkaan potensi sumber daya alam.
b. Perbaikan ekosistem dan potensi fisik lingkungan yang rusak, yang dilakukan melalui reboisasi/reklamasi lahan dengan menggunakan jenis asli kawasan.
c. Mencegah timbulnya kerusakan hutan akibat pengotoran lingkungan akibat sampah-sampah, dan pencemaran sumber air.
C. PENGELOLAAN POTENSI KAWASAN
1. Inventarisasi dan Monitoring
Dalam rangka melengkapi data dan informasi tentang potensi kawasan perlu dilakukan kegiatan inventarisasi sumber daya alam baik flora, fauna, gejala alam maupun ekosistemnya. Bagi beberapa jenis satwa penting kegiatan inventarisasi perlu ditindaklanjuti dengan kegiatan monitoring / evaluasi potensi secara berkala untuk mengetahui dinamika populasi jenis satwa yang bersangkutan, sebagai bahan untuk mengambil langkah-langkah pembinaan yang diperlukan.
Selain itu, kegiatan monitoring juga perlu dilakukan terhadap kerusakan kawasan dan potensinya secara keseluruhan terutama terhadap  gangguan dari masyarakat. Kegiatan ini meliputi areal hutan dan daerah yang sering mendapat gangguan, dampak lingkungan dari kegiatan pengelolaan seperti pengunjung, sampah dan erosi tanah.
2. Pengembangan Kepariwisataan Alam
Taman wisata Alam yang mempunyai potensi cukup tinggi untuk dikembangkan sebagai objek wisata alam yang menarik, yaitu adanya kekayaan flora, fauna, keindahan alam/ k          eindahan gejala alam, panorama yang mempesona termasuk keanekaragaman jenis biota airnya. Pengusahaan pariwisata alam adalah suatu kegiatan untuk menyelenggarakan usaha sarana pariwisata di zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, atau taman wisata alam, berdasarkan rencana pengelolaan.
Berbagai obyek wisata yang ada dapat diklasifikasikan sesuai dengan potensi yang dimilikinya, yaitu : Wisata Alam, Wisata Budaya / Sejarah, dan Wisata Ilmiah. Keanekaragaman potensi tersebut merupakan asset wisata yang dapat diunggulkan dan dapat saling menunjang dan melengkapi sebagai suatu paket wisata di daerah Bengkulu.
a) Kebutuhan Lahan untuk Kegiatan Wisata
Dari aspek penggunaan  / peruntukan, lahan kawasan hutan untuk kegiatan wisata merupakan penggunaan yang khusus dan mempunyai persyaratan sebagaimana pengguanan lahan untuk tujuan lainnya. Perencanaan pengembangan kawasan hutan tersebut lebih difokuskan untuk tujuan reaksi dan pariwisata.
Kebutuhan lahan bertujuan untuk obyek wisata alam yang terfokus pada bentang alam, yaitu bentuk medan dan formasinya vegetasi berikut nilai estetika dan variasi obyek yang merupakan potensi sebagai daya tarik untuk rekreasi. Dalam penggunaan kawasan hutan untuk obyek wisata alam yang didalamnya terkait adanya potensi flora dan fauna, agar tidak terjadi benturan antara misi konservasi dan pemanfaatan untuk tujuan rekreasi, maka perlu adanya sinkronisasi pedoman pengelolaan yang berdasar pada kedua aspek tersebut.

Kebutuhan lahan untuk kegiatan wisata alam dapat dirinci seperti bagan berikut:
1.      Potensi Sumber Daya Alam Yang Dibutuhkan.
NO
Potensi
Faktor Penentu
1.
Bentang alam, ragam, dan nilai estetika
- Bentuk Medan
- Vegetasi
2.
Keunikan jenis
- Flora
- Fauna
3.
Iklim
- Dataran rendah
- Dataran tinggi
2.      Lahan Untuk Kebutuhan Pengelolaan
-          Jalan
-          Lahan untuk bangunan kantor
-          Lahan untuk fasilitas khusus
-          Lahan Pengembangan
3.      Kebutuhan lahan untuk konservasi
Segala aspek kegiata wisata harus memperhatikan dan mempertahankan kondisi lahan agar tidak terjadi degradasi pada vegetasi dan tanahnya.
Adanya persyaraan-persyaratan yang harus dipenuhi, maka perencanaan pengembangna obyek wisata alam menuntut pertimbangan yang matang dalam penggunaan dan alokasi lahan di dalam kawasan TWA. Hal tersebut diperlukan agar estetika dan lingkungannya terpelihara.
Penggunaan lahan berdasarkan kemampuan dan sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan dalam pengelolaan TWA dan untuk kepentingan konservasi, sedapat mungkin disesuaikan dengan kecocokan lahan terhadap jenis atau tipe kegiatan wisata alam yang akan dilakukan.
b) Pengembangan Kegiatan Wisata Alam
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengklasifikasikan jenis wisata alam dalam kaitannya dengan pengembangan TWA Bukit Kaba. Klasifikasi jenis kegiatan didasarkan pada bentuk kegiatan dan intensitas penggunaan lahan, maka dapat dikelompokkan jenis kegiatan, yaitu : Wisata Alam, Wisata Ilmiah, dan Wisata Budaya. Masing-masing jenis wisata dirinci dalam bentuk kegiatan dan saranya disajikan secara lengkap pada Tabel V-2 berikut ini.
Tabel IV-2 . Jenis Kegiatan Wisata yang dapat Dikembangkan di TWA Bukit Kaba.
No.
Jenis Wisata
Bentuk Kegiatan
Sarana
(1)
(2)
(3)
(4)
1.
Wisata Alam
1.        Lintas Alam
2.        Camping
3.        Bersepeda
4.        Foto hunting
5.         Menikmati pemandangan  htn
6.        Piknik
§   Jalan
§   Jalan Setapak
§ Bumi Perkemahan
§   MCK
§   Shelter
§   Bangku-bangku
§     Tenda-tenda
2.
Wisata Budaya
1. Melihat tempat-tempat keramat
§   Jalan
§   Jalan Setapak
§   MCK
§   Shelter
§     Ruang serbaguna
3.
Wisata Ilmiah
b.        Studi Tour
c.         Studi Banding
d.        Penelitian
a. Laboratorium dan pustaka konservasi
b.Ruang serbaguna
c. Perlengkapan  audiovisual
Penilaian jenis wisata alam yang sesuai dalam rangka pengembangan TWA Bukit Kaba akan ditentukan oleh berbagai faktor termasuk : Kebijaksanaan pemerintah, pola pengusaha dan permodalan, serta pertimbangan-pertimbangan aspek konservasi kawasan.
c)   Pembangunan Sarana Dan Prasarana Wisata Alam
Pembangunan sarana dan prasarana merupakan salah satu kegiatan pokok yang menunjang keberhasilan kegiatan pengelolaan TWA. Kegiatan pembangunan ini harus dilakukan melalui berbagai kajian sehingga keberadaannya tidak mengganggu kawasan. Pertimbangan-pertimbangan budaya dan ciri khas daerah perlu dipertimbangkan dalam memilih bentuk arsitektur bangunan. Keseluruhan dari luas wilayah yang dipakai yaitu 10% dari luas blok pemanfaatan.
Ditinjau dari fungsinya, sarana dan prasarana TWA yang akan dibangun dikelompokkan menjadi dua yaitu sarana prasarana pokok pengelolaan dan sarana prasarana pengembangan wisata alam.
a.       Sarana dan prasarana pokok pengelolaan
Sarana dan prasarana pokok yang akan dibangun terdiri dari kantor pengelola, pos jaga, tempat parkir, pintu gerbang, loket karcis, pondok karyawan, menara kebakaran, jalan masuk, jalan setapak, dan papan nama dan petunjuk.
b.      Sarana dan prasarana pengembangan pariwisata alam
Sarana dan parasaran pengembangan wisata alam terbagai menjadi dua yaitu:
1.      Sarana dan prasarana rekreasi yang terdiri dari pusat informasi, shelter, arena bermain anak, bumi perkemahan, arboretum, menara pengamatan dan tempat duduk.
2.      Sarana dan prasarana pelayanan yang terdiri dari warung, kios cinderamata, pondok wisata, pondok remaja, ruang serba guna, menara air, MCK, rumah generator, bak sampah, tempat ibadah, pos kesehatan.
3.      Sarana pelayanan lainnya yang akan diperlukan adalah sarana transportasi, sarana komunikasi, dan perlengkapan lapangan
d) Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat
Kegiatan penyuluhan dan hubungan masyarakat pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat didalam pengelolaan taman wisata alam, yang mana ruang lingkupnya sebagai berikut :
a.        Ruang lingkup penyuluhan
Kegiatan penyuluhan ditujukan kepada pengunjung dengan sasaran agar setiap pengunjung mengetahui tujuan konservasi sumberdaya alam, sadar akan hak dan kewajibannya akan uapaya pelestarian alam, sehingga dapat merangsang mereka untuk mengembangkan peran aktifnya. Kegiatan penyuluhan terhadap pengunjung dapat dilakukan melalui pemutaran video tentang TWA Bukit Kaba serta segala aspek yang harus diperhatikan dalam mengunjungi TWA Bukit Kaba, slide maupun  film konservasi.
b.        Ruang lingkup hubungan masyarakat
Pembinaan hubungan masyarakat terutama ditujukan kepada masyarakat disekitar taman wisata alam. Pembinaan hubungan masyarakat ini dapat dilakukan melalui pertemuan-pertemuan, pembentukan kader konservasi, ceramah di mesjid, serasehan, dan bina cinta alam. Kegiatan-kegiatan sosialisasi ini diharapkan dapat menarik masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan pariwisata di daerah serta kegiatan wisata lainnya sesuai kemampuan dan keahlian yang dimiliki.
KESIMPULAN
Untuk pengembangan kegiatan pengeloalan TWA Bukit Kaba dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut :
a. Untuk memantapkan status kawasan TWA Bukit Kaba perlu segera dilakukan penataan batas ulang sehubungan dengan adanya perubahan peruntukan lahan di kawasan TWA Bukit Kaba.
b. Kawasan TWA Bukit  Kaba telah terjadi aksi pengrusakan hutan yang dilakukan secara massal akibat berdirinya desa-desa didalam kawasan akibat dampak negatif pembangunan daerah, sehingga perlu dilakukan pembicaraan lintas sektoral antara Pemerintah Daerah, Departemen Kehutanan, Kepolisian, Kejaksaan dan pihak-pihak yang terkait dalam mencari solusi yang terbaik dalam menyelamatkan hutan konservasi dari kerusakan yang lebih parah  tanpa menghambat laju pembangunan daerah.
c. Untuk kepentingan dan pengembangan kawasan TWA Bukit Kaba, perlu dilaksanakan penataan fungsi serta membatasi jumlah pintu masuk. Pintu masuk hanya dibuka di dua tempat, yaitu di sebelah utara TWA Bukit Kaba (Rejang Lebong) dan sebelah selatan Bukit Kaba (Kepahiyang). Hal ini dimaksudkan agar para pengunjung dapat mengenali dengan mudah batas kawasan serta lebih terkontrolnya lalu lintas kunjunngan ke areal TWA Bukit Kaba.
d. Kawasan TWA Bukit Kaba merupakan kawasan wisata pegunungan yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata alam di kabupaten Rejang Lebong propinsi Bengkulu.

DAFTAR PUSTAKA
Balai KSDA Bengkulu. 2008. Operasi terpadu pengamanan kawasan hutan TWA Bukit Kaba, wilayah administratif Kabupaten Kepahiang.
Balai KSDA Bengkulu. 2005. Rencana Strategis Balai KSDA Bengkulu Tahun 2005 – 2009. Bengkulu
Balai KSDA Bengkulu. 2002. Profil Kawasan Konservasi di wilayah Propinsi Bengkulu. Bengkulu
Bruce, Setiawan dan Dwita.2000. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Yogyakarta
Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2001 Keputusan Menteri Kehutanan tentang Kriteria dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan No : 43/Kpts-II/01. Jakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Jakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Jakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 1994. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang  Nomor 41 Tahun 1999  tentang Kehutanan. Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang  Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Jakarta
Wiryono.2009.Ekologi Hutan. Bengkulu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar